Sabtu, 26 Oktober 2013

Part 2: Membantu Warga Perumahan Kumuh + Mencegah Banjir


Belum habis kebingungan kami, tiba- tiba kami mendengar suara menggema dari langit. “Kalian disini ditugaskan untuk memperbaiki bumi yang hampir rusak. Kalian akan memiliki beberapa misi. Misi pertama kalian ada disini, yaitu, meningkatkan ekonomi warga perumahan kumuh”. Karena bingungnya, kami tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa berpandangan dan mengerutkan kening.
            Tiba-tiba datang anak kecil berpakaian kumuh mendekati kami. “Kak, kakak-kakak ini siapa? Sepertinya aku belum pernah melihat kalian.” Ucap anak itu kepada kami. “Oh, hai, dik. Namaku Adhita, ini Melly, ini Billa, dan ini Lillian.” Aku memperkenalkan diri kami. “O,ya, dik, namamu siapa? Dan kita ini ada dimana, ya?” Tanya Lillian pada anak itu. “Namaku Dini, kak. Kita ada di Kampung Pemulung. Semua orang disini bekerja sebagai pemulung. Termasuk aku.” anak itu menjawab. “Ummm, Dini, kami tersesat disini. Jika tidak keberatan, bolehkah kami menumpang tinggal di rumahmu?” Tanya Melly pada anak itu. “Oh, boleh, sih, kak. Tapi rumahku jelek dan sempit. Apa kalian mau tinggal di rumahku?”jawabnya. “Tidak apa-apa, kok.”jawabku. Dini pun mengantarkan kami menuju rumahnya.
Untuk ke rumahnya, kami melewati jalan yang sangat sempit yang dihimpit rumah-rumah kumuh. Keadaannya sungguh memprihatinkan.
            Akhirnya kami sampai di rumah Dini. Rumahnya sama dengan rumah-rumah yang kami lewati tadi, kumuh dan kecil. Dini mengajak kami untuk masuk ke rumahnya. Keadaan di dalamnya lebih memprihatinkan lagi. Lantainya hanya tanah, di rumahnya hanya ada empat ruang kecil yang disekat dengan kain kumal, yaitu ruang makan, dapur  kecil, dan dua kamar kecil. Disana kami bertemu orang tuanya dan ketiga adiknya. Dini memperkenalkan kami pada mereka dan menjelaskan maksud kedatangan kami. Dengan senang hati mereka menerima kami disini.Untuk menghabiskan waktu hari itu, kami membantu orang tua Dini membenahi rumah dan memasak seadanya.
Hari sudah  malam. Dini mengantar kami untuk tidur dengannya di kamarnya. Saat memasuki kamarnya, rasa sedih dan prihatin kembali menghinggapi kami. Kamarnya sangat kecil, hanya berisi lemari kecil, tikar di lantai untuk alas tidur, guling dan kain jarit untuk selimut. Tidak ada ranjang dan kami tidur berdesak-desakan di lantai. Sungguh memprihatinkan. Dalam hati aku bersyukur karena telah diberi nikmat yang lebih baik dari Allah.
Awalnya kami tidak bisa tidur karena kurang nyaman dengan keadaan ini. Namun akhirnya kami tertidur juga karena lelah.
Fajar akhirnya menyingsing. Kami segera mandi dan sholat subuh menggunakan mukena milik keluarga Dini. Kamar mandi disini juga kurang baik. Bagian atasnya hanya seng berlubang dan airnya harus menimba dulu.
Pagi ini, kami berkumpul untuk berdiskusi cara membantu ekonomi warga kampung pemulung. Kami membuka kliping kami yang terbawa kesini. Disana ada artikel mengenai cara-cara membuat kreasi dari barang-barang bekas yang bernilai seni. Kami berniat untuk mengajari warga sini hal itu. Pekerjaan mereka kan pemulung, jadi, takkan sulit bagi mereka mendapat barang bekas.
Dibantu oleh keluarga Dini, kami mengumpulkan para warga untuk kami adakan penyuluhan kecil. Kami secara bergantian menjelaskan rencana kami untuk membangun industri kreasi barang bekas disini. Alhamdulillah, semua warga menyambut baik dan setuju. Sungguh mengejutkan bahwa para warga dengan mudahnya setuju dengan ajakan anak kecil seperti kami ini. Besar sekali keinginan mereka untuk berubah. Kekhawatiran kami bahwa para warga tidak setuju dan malah memarahi kami karena dikira sok tahu sama sekali tidak beralasan.
Kemudian seluruh warga secara bersama-sama mengumpulkan barang bekas yang diperlukan dan membeli sedikit keperluan tambahan seperti pewarna, lem dan kertas. Setelah semua siap, para warga mulai membuat barang-barang unik hasil daur ulang. Selain untuk meningkatkan ekonomi, kegiatan ini juga bisa menjadi gerakan peduli lingkungan.
Kami turut membantu para warga berkreasi. Ternyata, hasil kreasi para warga bagus dan unik, terutama hasil anak-anak dan remaja. Ada yang membuat vas bunga dari botol minum, hiasan dinding, tas cantik, dan lain-lain. Mereka sungguh kreatif.
Setelah terkumpul cukup banyak, kami menjualnya ke kota. Di hari pertama ini, kami menjual keliling, dan hasilnya lumayan banyak. Lebih dari ratusan ribu! Wow! Kami tidak menyangka!
Hari-hari berikutnya, kami terus melakukan hal itu. Kami pun mendapat kemajuan, yaitu tidak hanya menjual keliling, tetapi sudah mendapat pesanan dari beberapa toko! Sungguh menyenangkan! Yang lebih menyenangkan, setelah itu ekonomi para warga meningkat cukup drastis.
Suatu hari, Dini mengajak kami ke sungai dekat kampung pemulung. Keadaan sungai itu sungguh buruk. Penuh dengan sampah. Dini menceritakan bahwa saat musim hujan banjir sering melanda kampung pemulung dan kampung-kampung lain di sekitar sini. Dini juga bercerita bahwa setiap terjadi banjir, kampungnya pasti jadi lebih berantakan dan kotor. Sebentar lagi musim hujan, banjir akan terjadi.
            Karena iba, langsung saja terbersit di pikiran kami untuk mengajak para warga bekerja bakti membersihkan sungai. Kami dan Dini segera kembali ke kampung dan menceritakan rencana kami mengajak warga membersihkan sungai agar tidak terjadi banjir. Warga pun setuju dan akan melakukan kerja bakti besok pagi, karena ini untuk kebaikan mereka juga.
            Esok paginya, para warga terutama laki-laki memulai membersihkan sungai dari sampah-sampah. Sedangkan ibu-ibu menyiapkan makan dan minum bagi warga yang beristirahat. Setelah sungai bersih, sampah-sampah dari sungai dibakar. Kami dan warga pun optimis tidak akan terkena banjir lagi. Kemudian kami kembali ke kampung.
            Kami melihat para warga senang karena akan terbebas dari banjir dan ekonominya meningkat. Kami pun merasa sangat senang dan saling bertos ria.
Tiba-tiba tanah berguncang kuat. Aku, Melly, Billa dan Lillian berpelukan erat. Kami melihat semua bergerak sangat cepat. Setelah gempa berhenti, yang kami lihat bukanlah kampung kumuh lagi, melainkan perumahan permanen yang sangat layak dihuni. Apakah ini kampung pemulung yang telah sukses karena usahanya?
Seorang gadis kecil ceria dengan pakaian bagus berlari-lari menghampiri kami. Dialah Dini. Dia berkata “Terima kasih atas jasa kalian, kak!”. Kami membalas dengan senyum termanis kami, kemudian dia pergi. Tiba-tiba terdengar lagi suara menggema seperti saat pertama kami disini. “Kalian telah berhasil dengan misi pertama kalian. Saatnya kalian lanjutkan ke misi selanjutnya!” Di depan kami tiba-tiba muncul pusaran angin besar yang menyedot kami. “Waaa!” kami berteriak-teriak.

Moonlight

Tidak ada komentar: