Belum
habis kebingungan kami, tiba- tiba kami mendengar suara menggema dari langit. “Kalian
disini ditugaskan untuk memperbaiki bumi yang hampir rusak. Kalian akan
memiliki beberapa misi. Misi pertama kalian ada disini, yaitu, meningkatkan
ekonomi warga perumahan kumuh”. Karena bingungnya, kami tidak bisa berkata
apa-apa dan hanya bisa berpandangan dan mengerutkan kening.
Tiba-tiba datang anak kecil
berpakaian kumuh mendekati kami. “Kak, kakak-kakak ini siapa? Sepertinya aku
belum pernah melihat kalian.” Ucap anak itu kepada kami. “Oh, hai, dik. Namaku
Adhita, ini Melly, ini Billa, dan ini Lillian.” Aku memperkenalkan diri kami.
“O,ya, dik, namamu siapa? Dan kita ini ada dimana, ya?” Tanya Lillian pada anak
itu. “Namaku Dini, kak. Kita ada di Kampung Pemulung. Semua orang disini
bekerja sebagai pemulung. Termasuk aku.” anak itu menjawab. “Ummm, Dini, kami
tersesat disini. Jika tidak keberatan, bolehkah kami menumpang tinggal di
rumahmu?” Tanya Melly pada anak itu. “Oh, boleh, sih, kak. Tapi rumahku jelek
dan sempit. Apa kalian mau tinggal di rumahku?”jawabnya. “Tidak apa-apa,
kok.”jawabku. Dini pun mengantarkan kami menuju rumahnya.
Untuk
ke rumahnya, kami melewati jalan yang sangat sempit yang dihimpit rumah-rumah
kumuh. Keadaannya sungguh memprihatinkan.
Akhirnya kami sampai di rumah Dini.
Rumahnya sama dengan rumah-rumah yang kami lewati tadi, kumuh dan kecil. Dini
mengajak kami untuk masuk ke rumahnya. Keadaan di dalamnya lebih memprihatinkan
lagi. Lantainya hanya tanah, di rumahnya hanya ada empat ruang kecil yang
disekat dengan kain kumal, yaitu ruang makan, dapur kecil, dan dua kamar kecil. Disana kami
bertemu orang tuanya dan ketiga adiknya. Dini memperkenalkan kami pada mereka
dan menjelaskan maksud kedatangan kami. Dengan senang hati mereka menerima kami
disini.Untuk menghabiskan waktu hari itu, kami membantu orang tua Dini
membenahi rumah dan memasak seadanya.
Hari
sudah malam. Dini mengantar kami untuk
tidur dengannya di kamarnya. Saat memasuki kamarnya, rasa sedih dan prihatin
kembali menghinggapi kami. Kamarnya sangat kecil, hanya berisi lemari kecil,
tikar di lantai untuk alas tidur, guling dan kain jarit untuk selimut. Tidak
ada ranjang dan kami tidur berdesak-desakan di lantai. Sungguh memprihatinkan.
Dalam hati aku bersyukur karena telah diberi nikmat yang lebih baik dari Allah.
Awalnya
kami tidak bisa tidur karena kurang nyaman dengan keadaan ini. Namun akhirnya
kami tertidur juga karena lelah.
Fajar
akhirnya menyingsing. Kami segera mandi dan sholat subuh menggunakan mukena
milik keluarga Dini. Kamar mandi disini juga kurang baik. Bagian atasnya hanya
seng berlubang dan airnya harus menimba dulu.
Pagi
ini, kami berkumpul untuk berdiskusi cara membantu ekonomi warga kampung
pemulung. Kami membuka kliping kami yang terbawa kesini. Disana ada artikel
mengenai cara-cara membuat kreasi dari barang-barang bekas yang bernilai seni.
Kami berniat untuk mengajari warga sini hal itu. Pekerjaan mereka kan pemulung,
jadi, takkan sulit bagi mereka mendapat barang bekas.
Dibantu
oleh keluarga Dini, kami mengumpulkan para warga untuk kami adakan penyuluhan
kecil. Kami secara bergantian menjelaskan rencana kami untuk membangun industri
kreasi barang bekas disini. Alhamdulillah, semua warga menyambut baik dan
setuju. Sungguh mengejutkan bahwa para warga dengan mudahnya setuju dengan
ajakan anak kecil seperti kami ini. Besar sekali keinginan mereka untuk
berubah. Kekhawatiran kami bahwa para warga tidak setuju dan malah memarahi
kami karena dikira sok tahu sama sekali tidak beralasan.
Kemudian
seluruh warga secara bersama-sama mengumpulkan barang bekas yang diperlukan dan
membeli sedikit keperluan tambahan seperti pewarna, lem dan kertas. Setelah
semua siap, para warga mulai membuat barang-barang unik hasil daur ulang.
Selain untuk meningkatkan ekonomi, kegiatan ini juga bisa menjadi gerakan
peduli lingkungan.
Kami
turut membantu para warga berkreasi. Ternyata, hasil kreasi para warga bagus
dan unik, terutama hasil anak-anak dan remaja. Ada yang membuat vas bunga dari
botol minum, hiasan dinding, tas cantik, dan lain-lain. Mereka sungguh kreatif.
Setelah
terkumpul cukup banyak, kami menjualnya ke kota. Di hari pertama ini, kami
menjual keliling, dan hasilnya lumayan banyak. Lebih dari ratusan ribu! Wow!
Kami tidak menyangka!
Hari-hari
berikutnya, kami terus melakukan hal itu. Kami pun mendapat kemajuan, yaitu
tidak hanya menjual keliling, tetapi sudah mendapat pesanan dari beberapa toko!
Sungguh menyenangkan! Yang lebih menyenangkan, setelah itu ekonomi para warga
meningkat cukup drastis.
Suatu
hari, Dini mengajak kami ke sungai dekat kampung pemulung. Keadaan sungai itu
sungguh buruk. Penuh dengan sampah. Dini menceritakan bahwa saat musim hujan
banjir sering melanda kampung pemulung dan kampung-kampung lain di sekitar
sini. Dini juga bercerita bahwa setiap terjadi banjir, kampungnya pasti jadi
lebih berantakan dan kotor. Sebentar lagi musim hujan, banjir akan terjadi.
Karena
iba, langsung saja terbersit di pikiran kami untuk mengajak para warga bekerja
bakti membersihkan sungai. Kami dan Dini segera kembali ke kampung dan
menceritakan rencana kami mengajak warga membersihkan sungai agar tidak terjadi
banjir. Warga pun setuju dan akan melakukan kerja bakti besok pagi, karena ini
untuk kebaikan mereka juga.
Esok paginya, para warga terutama
laki-laki memulai membersihkan sungai dari sampah-sampah. Sedangkan ibu-ibu
menyiapkan makan dan minum bagi warga yang beristirahat. Setelah sungai bersih,
sampah-sampah dari sungai dibakar. Kami dan warga pun optimis tidak akan
terkena banjir lagi. Kemudian kami kembali ke kampung.
Kami melihat para warga senang
karena akan terbebas dari banjir dan ekonominya meningkat. Kami pun merasa
sangat senang dan saling bertos ria.
Tiba-tiba
tanah berguncang kuat. Aku, Melly, Billa dan Lillian berpelukan erat. Kami
melihat semua bergerak sangat cepat. Setelah gempa berhenti, yang kami lihat
bukanlah kampung kumuh lagi, melainkan perumahan permanen yang sangat layak
dihuni. Apakah ini kampung pemulung yang telah sukses karena usahanya?
Seorang
gadis kecil ceria dengan pakaian bagus berlari-lari menghampiri kami. Dialah
Dini. Dia berkata “Terima kasih atas jasa kalian, kak!”. Kami membalas dengan senyum
termanis kami, kemudian dia pergi. Tiba-tiba terdengar lagi suara menggema
seperti saat pertama kami disini. “Kalian telah berhasil dengan misi pertama
kalian. Saatnya kalian lanjutkan ke misi selanjutnya!” Di depan kami tiba-tiba
muncul pusaran angin besar yang menyedot kami. “Waaa!” kami berteriak-teriak.
Moonlight
Tidak ada komentar:
Posting Komentar